Pencemaran Sampah Plastik atau Kertas? Salahkan Prilaku Kita

Sejak DKI Jakarta memberlakukan Peraturan Gubernur No. 142 Tahun 2019 tentang pelarangan kantong plastik sekali pakai salah satunya adalah larangan penggunaan kantong kresek, maka muncul berbagai pengganti kresek, antara lain kantong belanja ramah lingkungan. Mulai dari kantong berbahan spunbond hingga kertas berlapis plastik. Selama ini, kertas dinilai masyarakat awam lebih ramah lingkungan dibandingkan plastik karena sifatnya mudah terurai. Tapi, mari kita lihat bagaimana kertas maupun plastik diproduksi. Kertas terbuat dari bahan dasar kayu yang notabene berasal dari pohon. Akibat kebutuhan kertas yang meningkat di dunia, maka penebangan pohon massif dilakukan, hingga tumbuh industri kertas yang otomatis memerlukan ribuan bahkan jutaan ton pohon sebagai bahan baku. Penebangan hutan tanpa melakukan reboisasi makan menyebabkan deforestasi dan hilangnya rumah bagi binatang hutan serta mengurangi kualitas air. Ketika kantong plastik dilarang, pasti harus ada penggantinya. Jika penggantinya adalah kertas, maka berapa hektare hutan tanaman industri (HTI) yang dibutuhkan untuk menggantikan kantong plastik dengan kantong kertas di dunia? Data menyebutkan, saat ini total produksi plastik di dunia adalah 360 juta ton per tahun. Dari jumlah itu yang diproduksi sebagai single used plastics atau SUP sebanyak 28,8 juta ton. Sedangkan kantong kertas yang diproduksi di dunia sebanyak 172,8 juta ton per tahun, kertas 216 juta ton, pulp 432 juta ton. Untuk memproduksi kertas tersebut dibutuhkan kayu sebanyak 864 juta. “Untuk memproduksi 1 ton kertas dibutuhkan lahan seluas 1,5 hektare HTI dan waktu yang dibutuhkan untuk panen adalah 5 tahun. Sehingga untuk kebutuhan produksi kertas tersebut dibutuhkan 43,2 hektare Hutan Tanaman Industri (HTI) atau setara dengan 10 kali luas negara Swiss, ” papar Edi Rivai, Direktur Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia (Inaplas). Jika penebangan hutan itu tidak diikuti dengan reboisasi atau penghijauan kembali, maka akan terjadi deforestasi. Dan ini tentu berdampak pada climate change, perubahan iklim, kualitas udara akan memburuk, emisi gas akan meningkat bahkan kualitas air juga akan menurun. Bagaimana dengan plastik? Plastik terbuat dari polimer atau turunan minyak bumi. Sejak plastik ditemukan oleh Alexander Parkes pada 1862, awalnya plastik digunakan untuk peralatan militer dan pembungkus makanan. Kemudian dengan teknologi, manusia mengembangkan plastik untuk berbagai macam kebutuhan. Namun manusia jugalah yang menggunakan dan memperlakukan plastik itu secara serampangan. Prilaku buang sampah plastik sembarangan telah menyebabkan sampah plastik mengalir hingga ke sungai dan laut. Dampaknya biota laut pun menjadi pemakan sampah plastik. Matinya biota laut karena perutnya dipenuhi sampah plastik itu bukan karena plastiknya, tetapi karena prilaku kita membuang sampah plastik itulah yang menyebabkan ikan itu mati. Mari kita cek bagaimana plastik itu diproduksi. Edi Rivai juga Vice Presiden Corporat Relation and Sustainabiiity PT Chandra Asri menjelaskan bahwa proses produksi plastik menggunakan lebih sedikit air dibandingkan kertas yang pemakaian airnya mencapai 20 kali lebih tinggi daripada plastik. “Ini fakta ilmiah, dimana material pengganti plastik tidak lebih baik,” ujarnya. Ia menyatakan, tingkat konsumsi plastik di Indonesia juga terus meningkat. Data Inaplas mencatat, pada 2017 konsumsi plastik sebanyak 5,76 juta ton. Jumlah ini akan meningkat menjadi 11,07 juta ton pada 2030. Peningkatan itu akan menambah volume sampah plastik. Oleh karena itu Edi mengingatkan, saatnya berinovasi dengan teknologi, tangani sampah plastik dengan inovatif, mulai dari daur ulang hingga waste to energy bahkan sudah ada yang memproduksi RDF. Dan, perbaiki prilaku kita dalam memperlakukan sampah agar tak mencemari lingkungan. Plastik dan kertas adalah produk teknologi yang keduanya dibutuhkan oleh manusia. Kita menggunakannya untuk berbagai keperluan, termasuk untuk kemasan makanan. Agar sampahnya tidak mencemari, mulailah pilah, kumpulkan dan buang pada tempatnya. Pemerintah pun harus mendukungnya dengan waste management yang baik, menyediakan infrastrukturnya. Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?