Pelarangan 'plastik sekali pakai' tidak selesaikan masalah sampah di Indonesia
Pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia dinilai tidak efektif mengatasi masalah sampah karena yang perlu dilakukan saat ini adalah meningkatkan manajemen limbah. Di sisi lain, pelarangan plastik sekali pakai ini juga berdampak pada sejumlah aspek lainnya.
Wahyudi Sulistya, Direktur Kemasan Group mengatakan kebijakan pelarangan plastik sekali pakai tentu saja akan berdampak pada aspek lain, seperti tenaga kerja, setidaknya lebih dari 170 ribu orang yang bekerja di industri plastik di Indonesia akan terkena dampaknya jika mentalitas ‘pelarangan’ seperti ini terus dibudayakan.
"Sebenarnya pelarangan plastik ini tidak perlu dilakukan karena tidak menyelesaikan akar masalah. Saat ini masalah yang terjadi karena waste mangement yang kurang baik," jelasnya dalam acara Yok Yok Ayok Daur Ulang! (YYADU!) secara virtual.
Padahal menurut Wahyudi plastik punya nilai ekonomis yang tinggi karena bisa didaur ulang terus menerus. Di sisi lain, saat ini belum ada pengganti plastik dari segi emisi karbon, fungsi, durabilitas, dan harga.
“Setiap hari, kita ini menggunakan plastik karena kita membutuhkannya, ketika larangan penggunaan single-use untuk tas berbelanja disahkan, tas bungkusan pengganti yang saat ini menjadi opsi dan banyak digunakan untuk bungkusan, seperti spunbound ataupun paper bag pun juga memiliki lapisan plastik Polypropylene atau PP, yang membuat itu water-proof kan lapisan plastiknya," jelas Wahyudi.
Bahkan masker surgical seperti 3Ply juga memiliki lapisan plastik sehingga menurut Wahyudi tidak mungkin jika melarang penggunaan single-use plastic karena lapisan plastik masih dibutuhkan untuk sehari-hari khususnya di tengah pandemi.
Doktor Jessica Hanafi, pakar teknis ISO (International Organization of Standardization) mengatakan mengenai cara menilai eco-friendly atau tidaknya sebuah barang yang harus dinilai secara holistik, tidak bisa hanya dinilai dari hilir saja atau dari biodegradable atau tidak.
“Suatu produk tidak hanya bisa dilihat atau dipotret hanya pada satu tahap dalam hidupnya. Jika dilihat hanya pada satu atau dua tahapan dari masa hidup suatu produk, akan terjadi pergeseran dampak lingkungan," jelasnya.
Menurut Jessica penilaian potensi dampak lingkungan suatu produk dapat dilakukan melalui metode Life Cycle Assessment yang standarnya sudah diadopsi menjadi SNI ISO 14040 dan 14044 pada tahun 2016 dan 2017.
Berdasarkan beberapa studi LCA yang dikaji oleh UN Environment dalam publikasinya mengenai “Single-Use Plastic Bags and their alternatives: Recommendations from Life Cycle Assessment”, banyak parameter yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan terkait penggunaan atau pelarangan plastik karena banyak implikasi yang dapat terjadi yang juga mengakibatkan dampak lingkungan yang lebih berat.
“Reusable bags yang dirancang untuk digunakan berkali-kali mempunyai dampak lingkungan yang lebih rendah daripada single-use plastic Polyethylene (PE) bag. Namun tergantung dari jenisnya, reusable bag harus digunakan sampai puluhan kali bahkan lebih dari 150 kali untuk tas dari bahan katun," kata Jessica.
Maka dari itu, menurut Jessica permasalahan sampah ini tergantung dari perilaku konsumen, jumlah ini bisa saja tidak tercapai. Sementara itu untuk material biodegradable dalam praktek manajemen limbahnya harus dikondisikan sedemikian rupa dalam penanganannya agar dapat terurai dalam sistem komposting.
Adapun bagi Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Prispolly Lengkong mengatakan seharusnya TPA sudah tidak ada lagi. Menurutnya kita harus punya mindset dan perencanaan tata kelola sampah yang terintegrasi. Sebagai contoh, saat ini IPI juga memiliki program waste management, yakni Kawasan Industri Pemulung (KIP) dan Kawasan Usaha Pemulung (KUP).
“Saat ini, program waste management IPI sudah berkontribusi dalam pengurangan sampah di TPST Bantar Gebang DKI Jakarta, dari 3,800 ton per hari menjadi 2,063 ton”, tambahnya.
Prispolly mengatakan kika IPI bisa berkontribusi untuk pengelolaan sampah TPST, harusnya, pemerintah, masyarakat dan swasta juga bisa membuat program yang lebih baik untuk penanganan masalah sampah.