Paving Block Dari Limbah Plastik, Peneliti: Kekuatan Maksimal Semen Jadi Minimal

Perwakilan tim inventor, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Desaku, Tri Setyawati, menyatakan kekuatan produk Paving Block dengan campuran Limbah Plastik lebih baik dibandingkan dengan semen. Bahkan diperlukan tenaga ekstra untuk bisa menghancurkan produk tersebut dalam uji cobanya.

"Kalau kekuatan kami setara dengan, kalau semen hitungannya dengan nilai kuat tekan. Kalau kuat tekan kami itu maksimalnya semen adalah minimalnya kami," kata Tri kepada awak media di Purwomartani, Kalasan, Sleman. Tri menuturkan telah mengecek dan membuktikan lebih jauh hasil produknya tersebut ke beberapa orang. Dari sejumlah orang yang ditemui tersebut diakui bahwa hasilnya terlebih dari segi kekuatan itu sudah bagus.

"[Sudah dibuktikan] waktu untuk patahnya tidak sama kalau dengan semen yang jika dipukul sekali pukul sudah patah, kalau ini perlu beberapa kali dan harus menggunakan tenaga ekstra," ujarnya.

Kekuatan produk yang di atas kekuatan produk yang sama dengan menggunakan semen ini juga sudah diujikan ke laboratorium litbang PUPR di Bandung.

"Jadi orang bilang kuat sekali, iya, buat kami lebih susah menurunkan kualitas daripada menaikkan," klaimnya.

Tri mengklaim bahwa inovasinya ini baru pertama kali di Indonesia. Dalam artian dengan proses hingga komposisi yang digunakan dalam menghasilkan produknya.

"Ada banyak penelitian campuran sama tapi tetap beda. Kami punya proses berbeda, dengan komposisi berbeda. Makanya itu kami patenkan," imbuhnya.

Lebih lanjut, perbedaan itu dari sisi proses yang tidak melalui pembakaran terlebih dahulu. Terkait dengan limbah sampah yang hendak digunakan sebelum dicampur dengan pasir.

Selanjutnya ada di komposisi bahan yang juga berbeda. Hampir sama dengan yang semen gunakan namun bedanya kali ini hanya diganti dengan bahan baku limbah plastik.

"Maka dibilang alternatif pengganti semen, artinya kita itu pakai hanya pakai sekitar 30 persen plastik. Jadi memang komposisi tidak menggunakan sebanyak orang-orang yang biasanya lihat atau coba. Jadi memang tampilannya tidak kelihatan plastik. Itu menjadi salah satu yang menarik," tuturnya.

Selain itu pihaknya juga telah melakukan percobaan dengan beberapa jenis pasir. Sesuai dengan konsepnya untuk mencari bahan yang mudah didapat dimana pun untuk bisa membuat produk tersebut.

Sehingga memang tidak perlu harus pasir khusus dalam pembuatan produknya. Jika dalam konstruksi pasir laut tidak digunakan, sedangkan melalui campuran dengan Limbah Plastik ini pasir apapun baik untuk digunakan.

"Kita coba beberapa pasir gunung dan pasir laut," katanya.

Tri mengakui memang untuk uji coba terkait dengan daya tahan produknya sendiri belum dilakukan. Sejauh ini uji coba secara kasat mata dan uji mandiri terus dilakukan.

Termasuk semisal dengan merendam produk tersebut di akuarium kecil, baik produk yang utuh dan pecahan. Hingga sekarang sudah berjalan 2-3 bulan dan hasilnya tidak ada butiran pasir yang lepas di dalam air.

"Saya taruh ikan, ikan pun hidup. Kalau biasanya kalau direndem terlalu lama itu mrukul [butiran pasir lepas] gitu ya ini enggak. Juga kalau plastik lain kelihatan plastik sekali berkilau dan licin kalau ini tidak," ungkapnya.

Disampaikan Tri bahwa latar belakang penelitian menyebabkan semua alat yang dikembangkan pun dilakukan sendiri. Termasuk salah satunya dengan mesin produksi yang ada saat ini.

Bermula dari skala laboratorium hingga terus dikembangkan mencapai skala kecil saat ini. Modifikasi terus menerus dilakukan untuk menciptakan suatu alat produksi yang lebih mumpuni lagi.

"Jadi ini modifikasi hasil kita sendiri. Semua mandiri yang kami kembangkan juga hanya skala lab terus kita tetep coba buat yang besar-besar tapi ya masih kapasitas kecil dan mesin press juga alakadarnya," terangnya.

Kendati begitu, pihaknya punya tujuan ke depan bahwa teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk masyarakat luas. Termasuk untuk solusi Sampah Plastik yang benar-benar ampuh dan tidak hanya menunda masalah.

Selanjutnya juga diharapkan dalam waktu dekat ini ada dukungan untuk pengembangan mesin produksi. Dalam artian pengembangan mesin dengan sistem yang sudah terintegrasi.

 

"Ya ke depan harapannya tentu teknologi ini bisa dimanfaatkan dan manfaatnya dirasakan orang banyak. Tidak hanya orang kota tapi juga orang desa. Artinya bisa digunakan untuk jalan pertanian, jalan lingkungan dan sebagainya," harapnya.

Terlebih juga desa-desa yang mempunyai wisata atau berkonsep desa wisata. Dari sana bukan tidak mungkin akan banyak sampah plastik yang bisa dimanfaatkan.

Jika hal itu bisa dilakukan tentu saja lingkungan akan bersih dari sampah plastik, lingkungan terjaga dan tentu manfaat juga kembali lagi dirasakan oleh desa.

"Kami berharap, daerah terendah itu bisa memanfaatkan dan merasakan. Desa ada sampah dikelola sendiri, diolah digunakan sendiri jadi muter. Kami pengennya menggandeng dari level bawah hingga ke atas tentu dengan mempertimbangkan kemampuan supplai alat plastiknya. Semoga ada respon dari baik pemerintah desa, daerah, dan lain-lain," ucapnya.

Tidak dipungkiri memang penelitian ini banyak dilakukan di Jakarta, namun kata Tri yang juga sebagai warga Jogja menilai Jogja itu menarik. Selain sebagai destinasi wisata juga banyak orang kreatif serta tentu dengan masalah sampahnya.

"Penelitian kami banyak di Jakarta. Tapi sebagai warga Jogja, Jogja itu kan menarik. Menariknya sebagai destinasi wisata, banyak orang kreatif dan pintar dan masalah sampah kita tahu, begitu TPA ditutup semua heboh. Jadi itu kita angkat dari Jogja dulu," tandasnya.